Tiap
kali pulang ke kampung Papaku (Desa Matagual), kami selalu ke rumah
maedo Zaila (Maedo=Bibi) Dulu di rumah itu ada 3 orang, Maknya maedo
Zaila dan adiknya, Nyai Zuleha (Nyai = Nenek) mereka kakak dan adiknya
Alm. Ayah-nya Papa (Datuk ku) dan tentu saja ada maedo Zaila. Sekarang
tinggal Maedo sendiri yang jadi penghuni rumah tua itu, tapi sampai kini
kami tetap menuju rumahnya. Almarhumah Ibuku sendiri lebih suka mampir
ataupun menginap disana. Maklum, rumahnya yang dari kayu, selalu dingin.
Apalagi kalau malam...wuiih, gak perlu AC. Dusunnya di pinggir sungai
siiih... gak heran, kalau rumah kami sendiri yang didusun itu tidak
pernah kami tempati lagi (sekarang sih dipinjam kepala desa-nya
kebetulan masih sodara juga). Lebih enak di rumah Maedo walaupun harus
sempit-sempitan diruang tengahnya soale kita kalo datang
rame....hehehehe...
Anyway, lebaran Idul Adha lalu, kami pulang ke dusun. Selain memang rutin, lebaran kali ini di dusun lagi kebanjiran duku. Dusun Papa-ku itu gak besar, cuma ada satu jalan kecil aja, tapi orang-orangnya masih tradisional banget. Rata-rata tinggal yang tua, anak mudanya lebih suka menyeberang sungai dan tinggal di kecamatan. Dulu cuma bisa di jangkau naik boat, sekarang ada jalan mobil, tapi kalau hujan, tetap gak bisa dilalui. Di dusun itu, mayoritas keluarga ku. Banyak pohon duku tua peninggalan buyut-buyut dulu. Makannya duku di sana maniiiiisss banget, karena emang pohonnya udah tua banget. Naaah, kalo musim duku, Maedo-ku akan pesan sama keluarga yang ke Jambi, buat ngabari kami supaya pulang kampung buat ambil duku. Beliau akan menyisakan beberapa pohon untuk kami ambil dan dibawa ke Jambi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar